
REFLEKSI HARI KEBANGKITAN NASIONAL
Kekhawatiran terhadap keruntuhan NKRI mulai menampakkan wujud yang lebih transparan. Perilaku subversif, baik oleh individu maupun berkelompok dan secara spontan maupun sistemik, menunjukkan kuantitas yang cukup memprihatinkan bagi penganut paham keutuhan negara.
Gejala di atas sebenarnya merupakan efek dari lambannya perwujudan kehidupan demokratis. Dalam pola pikir mereka, kehidupan demokratis akan memberikan jaminan hidup yang lebih layak, sehingga sebagai bagian dari negara mereka akan menjadi loyalis.
Namun, dalam proses menuju kehidupan demokratis yang kurang jelas, kurang terarah, dan kurang terukur ini akhirnya mereka mengalami kebimbangan, yang akhirnya mengantarkan mereka ke dalam situasi psikis yang bias konstitusi dan seolah mendapatkan justifikasi untuk menentukan sikap terhadap pemerintah.
Meskipun kita sudah merdeka, namun kemerdekaan dalam wadah NKRI itu menghadapi ancaman disintegrasi, dan hal itu dimaknai sebagai bagian dari hak asasi manusia. Bahkan wacana-wacana seperti itu justru disikapi oleh orang-orang tertentu sebagai bagian dari kebebasan seseorang untuk menyatakan pikiran dan pendapat.
Berangkat dari kondisi di atas, tentunya masih relevan jika kita menengok dan mengamalkan pesan moral para pejuang kebangkitan nasional. Dengan harapan, kita bisa bersinergi sehingga mampu menjaga dan memelihara keutuhan NKRI. “Keutuhan NKRI merupakan harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar”.
Pola Ancaman.
Ancaman disintegrasi bangsa akhir-akhir ini bisa dikelompokkan dalam beberapa pola,antara lain :
Pertama, ancaman berpola konvensional yang dilakukan kelompok tertentu untuk melepaskan diri dari Indonesia. Mereka ingin mendirikan negara baru baik karena inspirasi murni maupun inspirasi warisan dari para pejuang pendahulunya yang bercita-cita punya negara sendiri, seperti OPM, RMS, GAM, dll.
Kedua, ancaman yang dilakukan sekelompok orang yang sebenarnya menjadi bagian dari keutuhan NKRI. Kelompok ini rajin menciptakan mabokrasi. Beberapa momen penting sering dimanfaatkan untuk mewujudkan keinginan mereka mulai dari sekadar perjuangan mendapatkan upah sampai dengan ricuh pilkada. Peristiwa-peristiwa tersebut merupakan gambaran bahwa NKRI sengaja digerus keutuhannya. Ancaman ini nampaknya cenderung permanen dan seakan sudah menjadi ciri khas sosial kita dalam memperjuangkan sesuatu yang dianggap merugikan. Ancaman disintegrasi ini termasuk pola politisasi.
Ketiga, ancaman dari negara lain yang berusaha mengusik wilayah kepulauan NKRI. Pihak asing mengklaim kepemilikan pulau dan sumber dayanya. Meskipun dalam penyelesaian sengketa mungkin kita yang menang, namun di balik itu ada makna bahwa asing mulai melecehkan keutuhan NKRI. Ancaman ini bisa dikatakan pola ekspansif.
Keempat, ancaman pola infiltrasi, di mana ada upaya sekelompok orang yang memiliki jaringan pendanaan baik secara individu atau kelembagaan menyusup dengan basis suku, agama dan ras sehingga mereka dengan leluasa mendorong disintegrasi.
Kelima, ancaman pola modern, dimana kemajuan teknologi dimanfaatkan sekelompok orang sehingga bisa mempengaruhi pola pikir tertentu dari masyarakat kita. Ancaman ini masuk ke masyarakat tanpa disadari. Lambat laun, ancaman ini menjadi sangat membahayakan di saat pola pikir orang sudah merasa mengglobal dan sulit diatur dengan berbagai nilai dan norma.
Semangat Kebangkitan.
Sadar bahwa keutuhan NKRI berada dalam kondisi yang merisaukan, maka semangat moral kebangkitan nasional perlu direalisasikan. Kita harus bangkit menyatukan komponen bangsa. Komponen bangsa yang selama ini terlibat konflik, harus segera sadar dan membangun komitmen untuk mengakhiri konflik. Kekuatan sosial politik harus berorientasi kepada keutuhan NKRI. Perlu dimonitor kinerja kekuatan-kekuatan sosial politik tanpa mengurangi privasi dalam rumah tangga institusi tersebut. Waspada akan lebih penting dari pada kita selalu menangani persoalan secara represif.
Para elite politik sudah sewajarnya kembali memberikan teladan yang baik. Bukankah dalam sistem sosial yang paternalistik ini masyarakat kita juga akan mudah diarahkan jika diberi teladan yang baik? Upaya rekonsiliasi harus benar-benar ditempuh. Berbagai pihak yang saat ini memiliki kepentingan yang berseberangan serta berpotensi mengganggu keutuhan NKRI sebaiknya bersatu padu memperbaiki kehidupan bangsa. Kita harus bersinergi untuk membentuk kehidupan demokratis secepatnya. Bangunan kehidupan demokratis yang kokoh akan memperkuat kita mempertahankan NKRI dari berbagai gangguan dari luar dan berpotensi menciptakan disintegrasi bangsa.(MK)
Gejala di atas sebenarnya merupakan efek dari lambannya perwujudan kehidupan demokratis. Dalam pola pikir mereka, kehidupan demokratis akan memberikan jaminan hidup yang lebih layak, sehingga sebagai bagian dari negara mereka akan menjadi loyalis.
Namun, dalam proses menuju kehidupan demokratis yang kurang jelas, kurang terarah, dan kurang terukur ini akhirnya mereka mengalami kebimbangan, yang akhirnya mengantarkan mereka ke dalam situasi psikis yang bias konstitusi dan seolah mendapatkan justifikasi untuk menentukan sikap terhadap pemerintah.
Meskipun kita sudah merdeka, namun kemerdekaan dalam wadah NKRI itu menghadapi ancaman disintegrasi, dan hal itu dimaknai sebagai bagian dari hak asasi manusia. Bahkan wacana-wacana seperti itu justru disikapi oleh orang-orang tertentu sebagai bagian dari kebebasan seseorang untuk menyatakan pikiran dan pendapat.
Berangkat dari kondisi di atas, tentunya masih relevan jika kita menengok dan mengamalkan pesan moral para pejuang kebangkitan nasional. Dengan harapan, kita bisa bersinergi sehingga mampu menjaga dan memelihara keutuhan NKRI. “Keutuhan NKRI merupakan harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar”.
Pola Ancaman.
Ancaman disintegrasi bangsa akhir-akhir ini bisa dikelompokkan dalam beberapa pola,antara lain :
Pertama, ancaman berpola konvensional yang dilakukan kelompok tertentu untuk melepaskan diri dari Indonesia. Mereka ingin mendirikan negara baru baik karena inspirasi murni maupun inspirasi warisan dari para pejuang pendahulunya yang bercita-cita punya negara sendiri, seperti OPM, RMS, GAM, dll.
Kedua, ancaman yang dilakukan sekelompok orang yang sebenarnya menjadi bagian dari keutuhan NKRI. Kelompok ini rajin menciptakan mabokrasi. Beberapa momen penting sering dimanfaatkan untuk mewujudkan keinginan mereka mulai dari sekadar perjuangan mendapatkan upah sampai dengan ricuh pilkada. Peristiwa-peristiwa tersebut merupakan gambaran bahwa NKRI sengaja digerus keutuhannya. Ancaman ini nampaknya cenderung permanen dan seakan sudah menjadi ciri khas sosial kita dalam memperjuangkan sesuatu yang dianggap merugikan. Ancaman disintegrasi ini termasuk pola politisasi.
Ketiga, ancaman dari negara lain yang berusaha mengusik wilayah kepulauan NKRI. Pihak asing mengklaim kepemilikan pulau dan sumber dayanya. Meskipun dalam penyelesaian sengketa mungkin kita yang menang, namun di balik itu ada makna bahwa asing mulai melecehkan keutuhan NKRI. Ancaman ini bisa dikatakan pola ekspansif.
Keempat, ancaman pola infiltrasi, di mana ada upaya sekelompok orang yang memiliki jaringan pendanaan baik secara individu atau kelembagaan menyusup dengan basis suku, agama dan ras sehingga mereka dengan leluasa mendorong disintegrasi.
Kelima, ancaman pola modern, dimana kemajuan teknologi dimanfaatkan sekelompok orang sehingga bisa mempengaruhi pola pikir tertentu dari masyarakat kita. Ancaman ini masuk ke masyarakat tanpa disadari. Lambat laun, ancaman ini menjadi sangat membahayakan di saat pola pikir orang sudah merasa mengglobal dan sulit diatur dengan berbagai nilai dan norma.
Semangat Kebangkitan.
Sadar bahwa keutuhan NKRI berada dalam kondisi yang merisaukan, maka semangat moral kebangkitan nasional perlu direalisasikan. Kita harus bangkit menyatukan komponen bangsa. Komponen bangsa yang selama ini terlibat konflik, harus segera sadar dan membangun komitmen untuk mengakhiri konflik. Kekuatan sosial politik harus berorientasi kepada keutuhan NKRI. Perlu dimonitor kinerja kekuatan-kekuatan sosial politik tanpa mengurangi privasi dalam rumah tangga institusi tersebut. Waspada akan lebih penting dari pada kita selalu menangani persoalan secara represif.
Para elite politik sudah sewajarnya kembali memberikan teladan yang baik. Bukankah dalam sistem sosial yang paternalistik ini masyarakat kita juga akan mudah diarahkan jika diberi teladan yang baik? Upaya rekonsiliasi harus benar-benar ditempuh. Berbagai pihak yang saat ini memiliki kepentingan yang berseberangan serta berpotensi mengganggu keutuhan NKRI sebaiknya bersatu padu memperbaiki kehidupan bangsa. Kita harus bersinergi untuk membentuk kehidupan demokratis secepatnya. Bangunan kehidupan demokratis yang kokoh akan memperkuat kita mempertahankan NKRI dari berbagai gangguan dari luar dan berpotensi menciptakan disintegrasi bangsa.(MK)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar